Wisata Kali Melahirkan Kaum Hedonis




 Wisata   Kali  Melahirkan  Kaum  Hedonis

                                                       
                                 Foto dokumentasi GENKOBI (diambil oleh ELEX.SW)/2019.
    Gambaran anti tesis dari ekonomi yang makin terpuruk,buktinya masyarakat masih ramai mengunjungi tempat –tempat wisata/hiburan,hal ini menunjukkan bahwa perekonomian kita dalam keadaan baik-baik saja,yang mengisyaratkan kebutuhan hidup secara dasar terpenuhi.                                                      
 Semakin ramai para penggemar wisata kali, para pemburu hiburan seolah seperti ikan mendapatkan air segar dan dengan renyah mereka tertawa menikmati kali,”meskipun kali belum begitu bersih,baik dari sampah maupun limbah”. Wisata kali menjadi pilihan efektif untuk melarikan diri dari hiruk pikuk kota,dan juga tempat yang manis untuk menghanyutkan kepenatan hidup.
Peluang bisnis yang menjanjikan inipun tidak luput dari penguasaan kaum-kaum oportunis, kaum pemodal yang sifat bisnisnya kapitalism, makin maraklah kali dikunjungi para pemburu hiburan dengan dongkrakan iklan-iklan dengan bumbu-bumbu penyedap berjibun. Tak mengherankan jika banyak wisata kali yang kurang memperhatikan konservasi kali dan pelestarian ekologi kali, halini karena dasar bisnis yang tidak memperhatikan dampak pada lingkungan dan sosial. Siapa yang diuntungkan dengan bisnis ini?, tentu saja pemodal dan para pekerjanya.Menjadi pemandangan yang lazim dan wajar kerumunan orang di kali begitu banyak , sementara tumpukan sampah di kali juga semakin banyak,mereka terlihat bahagia meski dengan kali yang masih kotor,”entahlah ,mungkin ini persoalan selera,serendah inikah selera estetika bangsa yang konon adi luhung?”.
Pemandangan carut-marut memunculkan rasa pemakluman;”mereka orang-orang pelarian,orang-orang yang melarikan diri dari kepenatan hidup ,mereka bukan para pencinta kali,wajarlah jika mereka berlaku seperti itu, tidak mungkin kita bebankan merawat kali pada kaum pelarian, dan bisa kita katakan orang-orang susah atau menderita”
Kaum hedonis bukan hanya terlahir dari gerlap metropolitan saja, kaum hedonis menyebar di mana-mana laiknya spora jamur yang terbawa arus hembusan angina, tak luput wisata kali juga melahirkan kaum-kaum hedon yang sengaja dibudidayakan oleh kapitalime. Kali  terus diperkosa untuk memproduksi tawa karbitan untuk memenuhi kebutuhan tawa para hedonis, perkara ekosistem kali dan kebersihan kali itupun luput dari perhitungan. Kaum-kaum hedon begitu rakus mengunyah keindahan kali,dan sehabis itu mereka memproduksi kotoran untuk kali yang justru mereka keruk prodak keindahanya.
 

                                Foto dokumentasi GENKOBI (diambil oleh ELEX.SW)/2019.
Wisata murah dengan selera estetika rendah, kali dan bantaran kotorpun mampu membuat mereka tertawa bahagia. “KALI ADALAH CERMINAN BUDAYA DAN PERADABAN BANGSA” 

         Bisa kita lihat foto di atas , betapa rendahnya selera kegembiraan mereka ,mereka tetap bisa bergembira tanpa terusik oleh tumpukan sampah di sekitar tempat yang memproduksi kebahagiaan untuk mereka.Saya sangat yakin bahwa pada hakekatnya para penikmat wisata atau hiburan di kali pada khususnya tidak menginginkan kali yang kotor. Pada kenyataannya dengan sungai yang masih kotorpun mereka sudah mampu berbahagia;”bukankah ini salah satu bukti bahwa selera mereka memang rendahan, bukti bahwa mereka hanya mencari kebahagiaan dan bukan menciptakan kebahagiaan, ini juga gambaran sikap hidup kaum hedon yang hanya memikirkan kesenangan tanpa berfikir pada ranah lain?”.
         Entah suara sampah dari mana yang menyusup dalam telinga saya ;”loh!,mereka yang berwisata itu membayar pada pengelola wisata,persoalan kebersihan dan kelayakan tempat seharusnya menjadi tanggung jawab dari pengelola wisata itu, bukankah pengunjung juga sudah merogoh kocek hasil keringat mereka?,dan bukan hanya mereka yang mengotori kali”. Dari sura-suara pembenaran sampah itupun kemudian saya berfikir bahwa hal itu ada benarnya;”wah berarti pebisnis ini yang kurang memperhatikan dampak bisnis pada lingkungan dan sosial,memang bisnis gaya kapitalis bisnis dengan selera peradaban rendahan,nah kembali lagi pada pangsa pasarnya,berarti memang kebutuhan pasar ya seleranya rendah,daya jangkau pembelian yang masih murahan jadi sebagai pebisnis yang hanya memikirkan keuntungan wajar jika menjajakan prodak murahan,toh itu sudah laku,jadi tak perlu membuat prodak mahal yang belum banyak yang mampu menjangkaunya”.
          Kalau memang kali dikuasai pebisnis memang semestinya tanggungjawab konservasi kali ada pada tanggung jawab pebisnis, meskipun secara hokum kali tidak bias diprifatisasi karena merupakan kepentingan umum.Akan tetapi ketika para pebisnis mereguk keuntungan dari fasilitas alam atau sumberdaya alam yang dikuasai oleh negara,pebisnis tetap mempunyai tanggung jawab untuk menjaga tempat mereka berbisnis.
           Hal ini juga gambaran kesemrawutannya hukum di negeri ini,laiknya sampah dan limbah  yang bebas kelayaban di kali.Belum adanya peraturan-peraturan yang tegas dengan aplikasi lapangan yang jelas dalam hal perijinan pemanfaatan bisnis di kali.Banyak peraturan-peraturan yang kurang pengawalan dalam pelaksanaan di lapangan,bahkan peraturan-peraturan hanya menjadi sampahdalam hokum,perangkat peraturanpun (seperti bener atau papan-papan peraturan) juga turut menambah sampah pemandangan.
         
      








                     
                                                                             

                Foto dokumentasi GENKOBI (diambil eleh ; ELEX.SW)/2019
Sedikit foto-foto perangkat/alat bantu hokum atau peraturan yang akhirnya justru menjadi tambahan sampah,baik sampah dalam system maupun sampah estetika tata ruang.
  
     
                                                                                           

Foto dokumentasi GENKOBI (diambil oleh;ELEX.SW)/2019
Gambar-gambar ini diambil tidak jauh dari papan-papan pelarangan , salah satu cotoh bahwa peraturan-peraturan tersebut hanya menjadi sampah system atau hanya hukum basa-basi mengikuti tren.
 

 
Foto dokumentasi GENKOBI (diambil oleh ;ELEX.SW)/2019
Foto-foto ini diambil di samping papan pelarangan membuang sampah ke kali,entah masyarakat yang masih buta huruf atau memang hukumnya yang banci.
                  Memang berbicara lingkungan,berbicara sosial,berbicara alam sudah wajib menjadi tanggung jawab semua orang yang masih hidup di bumi,dan semua lini baik elemen pemerintahan maupun elemen masyarakat bekerjasama dalam mensikapinya.Dari fihak yang berwenang dalam hal perundanganpun harus membuat perundangan yang tegas atau bukan hukum banci dan basa-basi. Semua lini musti saling menopang dan mendukung dalam memperbaiki tatanan lingkungan ,tatanan sosial dan pelestarian alam,”jika kita malas dalam mensikapi hal-hal tersebut,tindakan yang paling mudah adalah menunggu alam memperbaiki dirinya sendiri,atau menunggu kehancuran peradaban ini untuk memasuki peradaban baru”.
                 Kembali saya akan berbicara tentang menjamurnya kaum-kaum hedonis yang tumbuh bertebaran meluas ke mana-mana tergantung angin membawa spora mereka, species-species kaum hedonispun sangan berfarian ;dari yang elit hingga yang gembel,dari kelas gebyar sampai kelas kumuh. Tidak terluputkan wisata kalipun banyak dan subur ditumbuhi kaum-kaum hedonis,makin menyuburlah pertumbuhan kaum-kaum hedonis dari suntikan penyubur pertumbuhan dari pebisnis kapital.Betapa saya tidak menyebut mereka sebagai kaum hedonis?, bukankah kaum hedonis hanya mementingkan kesenangan sendiri tanpa berbicara tentang apapun selain kesenangan mereka?.Bagaimana mungkin saya tidak menuduh para pebisnis wisata kali sebagai kaum kapitalis?,bukankah kaum capital hanya berbicara keuntungan,bagaimana mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang sekic-kecilnya tanpa berbicara imbas bisnis pada lingkungan maupun sosial,yang terpenting adalah bisnisnya menguntungkan?.
                  Memang terlalu panjang apabila kita membicarakan lingkungan,sosial dan saya rasa artikel inipun masih perlu banyak dilanjutkan serta membutuhkan anti tesis yang banyak untuk memperkuat tesis.Akan tetapi saya piker artikel ini cukup sekian karena saya bribadi bergerak secra independen, dan semestinya orang-orang yang memang digaji untuk bertanggung jawab dengan hal inilah  yang banyak memikirkannya.Terimakasih,dan semoga masih ada waktu luang untuk melanjutkan artikel ini,terimakasih jika anda sudi mengapresiasi artikel ini.

                                                                                                                     ELEX.SW /Jogja/2019
                                                                                



                                                                             GENKOBI (Gerakan Konservasi Binatang Indonesia)
                                                                                


                                                                                                             

               




     



Tidak ada komentar